Jumat, 03 April 2015

Aku Cinta Kau dan Dia

 

                Aku hanya bisa menangis sepanjang malam, mataku sembab, air mataku tak mampu kubendung lagi seolah semua stok air mata yang ada ingin ku habiskan semuanya malam ini. Aku tak dapat berpikir apapun lagi, pikiranku kosong.
                Tuhan jika boleh ada kata “sendainya” untuk semua yang telah terjadi. Seandainya aku dapat mengulang waktu, seandainya aku tak egois, sendainya aku dapat memilih. Sendainya... seandainya... dan seandainya. Sekarang aku merasakan apa yang sering dikatakan orang-orang “Penyesalan selalu datang diakhir”. Ahh, betapa bodohnya aku, aku benci pada diriku sendiri.
                “Sudah, Nin. Mau sampai kapan lo nangis kayak gini?” Ambar berusaha menenangkanku.
                “Gue nyesel, gue bego banget. Kalau aja gue gak egois dan mau milih mungkin sekarang Rizki masih ada buat gue” sesalku sambil terisak.
                “Nah lo sadar kan kalau lo emang egois? Dari dulu gue bilang apa Nin? Gak akan ada cowok yang mau lo duain apalagi sama sahabatnya sendiri. Tapi lo selalu bilang lo gak bisa ngelepas salah satu dari mereka. Sekarang lo kehilangan keduanya kan” omel Ambar
                “Iya, gue salah. Gue nyesel banget” airmataku semakin menderas
                “Udah, sekarang tenangin diri dulu, lo istrirahat” kata Ambar mencoba menenangkanku.

                Dua minggu sudah sejak Rizki memutuskan untuk meninggalkanku dan mengakhiri semuanya. Aku sudah coba menelponnya tapi tak dia angkat, semua SMS pun dia abaikan. Aku tak tahu harus berbuat apalagi, aku tak ingin kehilangannya begitu saja.
                Semua ini berawal dari keegoisan dan keserakahanku akan cinta. Merasa terlalu indah dicintai dan bahagia yang tak terhingga dicintai dua lelaki tampan dan akhirnya akupun lupa diri. Aku bukan tipe perempuan peselingkuh atau pun pelirik lelaki lain ketika telah ada cinta dihati. Tapi kali ini rasanya berbeda, entah setan apa yang merasuki pikiran dan hatiku.
Ketika Rizki, pria dengan paras sederhana, dewasa, pendiam dan taat akan Agama datang menyatakan cinta aku tak menolaknya karena akupun merasakan rasa yang sama dengannya. Padahal sebelumnya ada sosok pria yang tak lain sahabat karib Rizki, yaitu Aris. Yang katanya naksir aku walaupun dia belum menyatakan cintanya tapi kami sudah sering sekedar jalan dan ngobrol tentang diri masing-masing layaknya orang PDKT pada umumnya. Sejujurnya dalam hatiku lebih merasa nyaman ketika bersama Rizki, namun terkadang perhatian Aris selalu membuatku rindu jika sehari saja tak ada kabar darinya.
Rizki bukan tak tahu tentang perasaan Aris terhadapku, namun saat itu Aris masih memiliki pacar dan aku pun tahu itu. Tapi entah perasaan apa yang merasuki hatiku sampai-sampai aku mengabaikan status Aris yang memiliki pacar dan terus menjalin komunikasi yang intens layaknya pacar sendiri. Padahal aku  pernah patah hati karena ditinggal selingkuh dan sejak saat itu aku benci setiap kali ada cewek yang menjadi perusak hubungan orang lain. Dan sekarang aku malah ada dalam posisi itu.
Meski Rizki tahu tentang perasaan Aris padaku dia tetap mengutarakan cintanya padaku dan akupun menerimanya. Karena Aris sahabat dekatnya dan dia sangat menyayangi sahabatnya itu, dia pun memintaku untuk merahasiakan tentang hubungan kami dari Aris sampai dia siap untuk mengatakannya sendiri kepada sahabatnya itu. Dan keinginan Rizki itu seolah menjadi angin segar untuk aku agar tetap bisa dekat dengan Aris dan mendapatkan segala perhatian dan kasih sayangnya. Tentunya karena mereka berdua bersahabat, Rizki tahu tentang semua kedekatan aku dengan Aris. Aris selalu menceritakan semuanya kepada Rizki, mulai dari menunjukan semua SMS, sampai cerita ketika kami jalan berdua. Ahh.. betapa bego dan malunya aku.
“Jadi, selama ini kamu tetap berhubungan dengan Aris?” tanya Rizki dengan nada sedikit emosi
“Bukan gitu, aku hanya gak tega aja buat tiba-tiba langsung menghilang” kataku coba mencari alasan
“Gak tega kamu bilang? Terus kenapa harus pake sayang-sayang segala? Jangan kamu pikir aku gak tau apa-apa, aku tau semua SMS kamu kedia, semua SMS dia ke kamu. Aris selalu kasih liat semuanya dia juga selalu cerita kalau kalian makan atau jalan bareng. Dia itu sahabat aku, Nina. Kamu tau itu kan?” kata-kata Rizki seperti mengintrogasi orang yang ketangkap maling dan aku juga tak bisa mengelak lagi.
“Oke! Aku ngaku salah. Karena dia sahabat kamu, sekarang ayo kita jujur sama dia kalau kita udah jadian dan saling sayang” kataku emosi
“Kamu ngomong apa sih? Kamu pikir semuanya berakhir dengan kita jujur?” kata Rizki
“Terus kamu maunya aku gimana? Dari awal harusnya kita jujur tentang hubungan kita, mungkin semua gak akan serumit ini” kataku mencoba membela diri.
“Kalau kamu gak berbuat sejauh ini, mungkin aku juga udah bisa jujur sama Aris sekarang. Kalau udah gini, aku gak tau harus gimana?” Rizki kembali emosi
“Sejauh apa Ki? Anggap saja semua perhatian dan kedekatan aku dan dia hanya sebatas teman. Toh Aris juga masih punya pacarkan kan? Aku sama dia gak ada kata jadian atau selingkuh”kataku semakin emosi. Sebenarnya aku tak berhak untuk emosi karena aku disini juga salah, hanya saja aku kecewa pada Rizki yang begitu sulit mengakui hubungan kami didepan sahabatnya. Walau mungkin itu akan membuatku kehilangan Aris.
“Aris mau putus sama Reni demi kamu. Kamu tau itu?” kata Rizki.
Aku benar-benar kaget mendengar ucapan Rizki barusan. Tak kusangka Aris akan melangkah sejauh itu. Walau aku dan Aris dekat layaknya orang pacaran dan tak kupungkiri akupun sayang padanya. Tapi, melihat dia harus menyakiti wanita lain karena keberadaanku, aku tak mau itu. Selama ini kami berdua nyaman dengan situasi saling menyayangi dan memberi perhatian tanpa harus terikat hubungan pacaran. Masih jelas dalam ingatanku ketika Aris dilema tentang aku dan Reni.
“Aku sayang kamu, Nin. Tapi aku terlanjur dengan Reni, aku gak sangsup harus memilih. Aku sayang kalian berdua” kata Aris
“Kalau gitu kamu gak harus memilih, jalani saja selama masih nyaman. Jangan pernah sakiti dia hanya demi aku, yang belum tentu lebih baik darinya. Dan belum tentu kamu lebih bahagia bersama aku dibanding ketika kamu bersama dia” jawabku.
Dan kini mendengar Aris akan meninggalkan Reni demi aku? Tuhan, aku tak tahu harus bagai mana? Sejujurnya aku tak pernah mau menyakiti wanita lain. Bagaimanapun aku pernah merasakan sakitnya berada diposisi itu, ditinggalkan ketika orang yang kita sayangi menemukan sosok lain.
“Nina, siapa sebenarnya yang kamu cintai aku atau Aris?” tiba-tiba pertanyaan Rizki membuyarkan lamunanku.
“Pertanyaan bodoh apa itu” jawabku sekenanya. Bukan karena aku tak tahu siapa yang lebih ada dihatiku hanya saja, aku masih kaget dan enggan menjawab pertanyaan yang jelas-jelas menandakan keraguannya padaku.
“aku butuh jawaban kamu, Nin”kata Rizki tegas
“Kamu gak harus tanya itu, kamu tau pasti jawabannya pasti kamu. Aku cinta kamu, Rizki sayang” jawabku sambil ku gegang tangannya erat.
“Tapi kamu juga ada rasakan sama Aris?” tanya Rizki. Sebenarnya itu bukan seperti pertanyaan tapi lebih kepada menodong, aku kesal.
“Jawab, kenapa diam?” tanya Rizki lagi. Aku masih terdiam tak tahu mau jawab apa?
“Aku tau, diamnya kamu itu berarti IYA, Nin” kata Rizki melepaskan tanganku.
“Tunggu dulu Ki, dengar dulu penjelasanku” kataku menahan langkah Rizki
“Penjelasan apa lagi? Penjelasan tentang seberapa besar sayang kamu buat Aris dan seberapa besar sayang kamu buat aku? Kamu pikir aku sanggup mendengar semua itu? Hah?” kata Rizki penuh emosi.
Aku benar-benar tak bisa membela diri lagi. Karena walaupun hanya sedikit sayang itu tetap ada buat Aris. Dan aku tak mau dan tak bisa untuk berbohong sama Rizki, pria yang begitu aku cintai.
“Sekarang kamu, pikirkan semuanya. Kamu harus bisa memilih aku atau Aris” Tegas Rizki.

Dua bulan sudah sejak pembicaraanku dengan Rizki terjadi. Hubungan aku dengan Rizki pun kembali mesra seperti sebelumnya, dan aku pun masih tetap sama dengan Aris. Semuanya berjalan seperti tak pernah ada apa-apa dan akupun tetap belum bisa memutuskan siapa yang aku pilih. Walau dalam hati sudah jelas Rizki menempatinya secara utuh tapi aku tak bisa melepas Aris. Rasa sayang dan takut kehilangan itu jelas nyata untuknya. Aku benar-benar tak paham dengan perasaanku.
Ini bukan berarti dua bulan ini tak ada desakan atau omelan dari orang terdekatku. Terutama sahabat dekatku Ambar, dia sangat kesal dan selalu marah-marah setiap kali aku berhubungan dengan Aris.
“Sudahlah Nin, berhenti berhubungan sama anak manja kayak si Aris itu. Udah jelas-jelas dia gak bisa milih antara lo atau si Reninya itu. Lo juga udah punya si Rizki berhati malaikat kurang apa coba?” omel Ambar
“Aris emang manja tapi perhatian banget tau. Kadang Rizki gak bisa seperhatian itu” keluhku
“Jangan banding-bandingin orang ahh” Ambar mengingatkanku.
Ambar benar walau kadang Rizki tak seperhatian Aris tapi dia punya hati seperti malaikat. Itu terbukti dari sikapnya yang tetap mesra dan sayangnya tak pernah berkurang, walau dia tau aku masih tetap dekat dengan sahabatnya itu. Tapi sepertinya lelaki berhati malaikat itu mulai lelah dengan keadaan cinta kami. Siang itu Rizki minta bertemu untuk bicara serius denganku.
“Kemarin Aris putus dengan Reni, Nin” kata Rizki memberitahukaku. Aku kaget mendengar itu. Karena semalam Aris gak bilang apa-apa soal itu.
“Kamu serius? Ko Aris gak cerita sama aku?” kataku masih menyikapinya dengan santai.
“Aku serius, gak mungkin aku bercanda disaat hubungan kita jadi taruhannya” kata Rizki
“Kamu ngomong apa seh? Ko jadi hubungan kita yang dipertaruhkan” aku masih tak mengerti arah pembicaraan Rizki
“Kamu pikir, kenapa Aris gak cerita soal dia putus? Itu karena dia mau kasih kamu kejutan dan nembak kamu dihari itu juga” kata Aris tertunduk
“Gak mungkin, kamu pasti salah paham” kataku masih mencoba untuk tenang
“Apanya yang salam paham? Aris sendiri yang ngomong kemarin, dan kamu tau parahnya dia gak terlihat sedih sama sekali putus dari Reni. Padahal hubungan mereka sudah lama. Dia terlihat bahagia karena dengan lepas dari Reni, dia bisa sama kamu. Selama dua tahun ini alasan dia gak bisa nembak kamu karena ada Reni” Rizki terlihat sedih dan lesu. Aku bisa memahami posisinya, Rizki pasti sangat terpojok. Di satu sisi ada aku perempuan yang sangat dia cintai dan disisi lain ada sahabatnya yang sudah seperti saudara baginya.
Ku genggam tangannya untuk menenagkan Rizki “Aku paham yang kamu rasakan sayang, nanti aku coba bicara dan jelaskan semuanya sama Aris”
“Apa yang mau kamu jelasin? Mau bilang soal hubungan kita? Kamu tau pasti, itu bakal bikin dia terpuruk Nin” tiba-tiba Rizki jadi begitu emosi
“Terus kita harus gimana? Bilang terus terang soal hubungan kita kamu gak mau, aku akui aku memang salah tapi kamu juga jangan terus-terus nyalahin aku tanpa ada solusi” akupun ikut emosi.
“Dari kemarin-kemarin aku sudah bilang pilih aku atau Aris? Tapi kamu tetap saja melanjutkan hubungan sama Aris seolah-olah semua akan baik-baik saja” kata Rizki masih dengan emosinya
“Kenapa harus memilih seh?” tiba-tiba saja pertanyaan itu keluar dari bibirku. Entah kebodohan apa yang merasuki otakku saat itu.
“Kenapa kamu bilang? Oh jadi kamu gak mau milih dan tetap mau kita terjerat hubungan yang seperti ini? Nina, harus berapa kali aku tegaskan Aris itu sahabat aku, kamu paham itu?” emosi Rizki semakin menjadi.
“Bukan gitu maksud aku......” kataku mencoba untuk menjelaskan belum juga aku menyelesaikan kalimatku Rizki memotong
“Bukan gitu gimana? Sudah jelas kamu gak mau kehilangan satu diantara kami, kamu egois Nin.” Emosi Rizki membuatku takut, dia seakan tak memberiku kesempatan untuk menjernihkan suasana
“Kamu dengar aku dulu, jangan asal potong dong” kataku kesal
“Iya, aku emang egois. Jujur aku memang gak mau kehilangan kamu ataupun Aris, tapi kamu juga tau kalau aku cinta sama kamu dari dulu dan sampai sekarang. Masalah Aris ayo kita selesaikan bersama, kita jujur sama Aris tentang hubungan ini. Dari dulu juga itu kan yang aku minta tapi kamu selalu gak punya keberanian mengakuinya” lanjutku penuh emosi
Emosi Rizki terlihat sedikit mereda “Semua terlambat untuk dijelaskan Nin. Aku gak tega melihat Aris harus terpuruk tanpa kamu. Mungkin aku memang yang harus mundur”
“Maksud kamu mundur apa?” tanyaku
“Kita sudahi hubungan kita sampai disini. Kita putus Nin” Rizki tertunduk putus asa dengan semua yang terjadi
“Nggak, aku gak mau! Aku salah, aku minta maaf Ki. Aku janji aku gak akan lagi berhubungan dengan Aris. Kamu gak boleh nyerah begini sama hubungan kita” kataku menolak. Tanpa aku sadari air mataku jatuh.
“Ini semua bukan hanya salah kamu Nin, aku juga salah. Harusnya dari awal aku jujur pada Aris tentang hubungan kita” Rizki terlihat berusaha keras menahan rasa sedih dan air matanya
“Aku sayang kamu Ki, aku gak mau kita berakhir. Aku salah maafkan aku” kataku terisak
Rizki menghapus airmataku “Nina, aku juga sayang kamu. Tapi sulit rasanya untuk kita meneruskan hubungan sementara Aris berkorban cintanya untuk mendapatkan cinta kamu. Aku gak mau egois Nin” kata Rizki menjelaskan perasaannya
“Kamu egois, yang kamu pikirin Aris Aris terus. Aku gak peduli, aku gak mau melepas kamu demi Aris. Aku mohon” hatiku sakit.
“Ini yang terbaik buat kita bertiga. Walau sulit aku akan mencoba ikhlas, tapi buat kamu ini gak akan terlalu sulit sayang. Kamu sendiri yang bilang kamu sayang sama Aris jadi kalian bisa bersama” Rizki terlihat begitu tenang, emosinya yang beberapa menit lalu tek terlihat sedikitpun seolah-olah dia sudah menyiapkan hati untuk ini.
“Aku mau kamu, bukan Aris” aku tak sanggup lagi menahannya, akhirnya aku menangis dalam pelukan Rizki.
“Kamu tau ini juga berat untuk aku, Nin. Tapi aku harus melakukan ini, aku percaya Aris mampu membahagiakan kamu lebih dari aku. Aku akan tetap ada buat kamu dan Aris sebagai teman kalian. Aku bahagia jika kalian bisa bahagia bersama” kata Rizki, tapi apa yang keluar dari bibirnya tak seperti apa yang aku rasakan. Saat dia mengatakan itu pelukannya semakin erat seakan dia tak rela melepasku untuk sahabatnya.
“Aku mau kamu! Aku cinta kamu Rizki” kataku mencoba menegaskan dalam tangisku.
“Maafkan aku sayang, tapi ini sudah keputusanku. Dan aku harap kamu memahaminya. Aku cinta kamu sampai kapanpun” itu kata-kata terakhir Rizki. Dia mengecup keningku dan pergi meninggalkanku sendiri dalam tangisku.
Tiga hari setelah berakhirnya hubunganku dengan Rizki, Aris datang menyatakan cintanya. Anehnya, kali ini semangatku akan cintanya Aris pudar walau sayang itu masih ada. Tapi aku enggan untuk menanggapinya lagi. Dan aku katakan kekecewaan ku karena dia meninggalkan Reni demi aku.
“Kamu salah dengan meninggalkan Reni, Ris. Aku tak lebih baik darinya, kembalilah sama dia. Dan kita akhiri saja semuanya sampai disini” itulah kalimat terakhirku untu Aris.
Sejak penolakanku akan cintanya, Aris masih terus berusaha untuk menghubungiku. Dan aku pun berusaha untuk menghubungi Rizki. Aku ingin memperbaiki semuanya. Aku masih mencintainya dan ternyata aku tak bisa kehilangan dia. Tapi semua sia-sia, Rizki tak mengangkat dan membalas satupun SMS dan telpon dariku. Kini aku sadar, aku telah begitu serakah menginginkan dua cinta dari dua laki-laki. Dan pada akhirnya tak satupun dapat kumiliki dari keduanya.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates