Aku hanya bisa menangis
sepanjang malam, mataku sembab, air mataku tak mampu kubendung lagi seolah
semua stok air mata yang ada ingin ku habiskan semuanya malam ini. Aku tak
dapat berpikir apapun lagi, pikiranku kosong.
Tuhan jika boleh ada kata
“sendainya” untuk semua yang telah terjadi. Seandainya aku dapat mengulang
waktu, seandainya aku tak egois, sendainya aku dapat memilih. Sendainya...
seandainya... dan seandainya. Sekarang aku merasakan apa yang sering dikatakan
orang-orang “Penyesalan selalu datang diakhir”. Ahh, betapa bodohnya aku, aku
benci pada diriku sendiri.
“Sudah, Nin. Mau sampai kapan lo
nangis kayak gini?” Ambar berusaha menenangkanku.
“Gue nyesel, gue bego banget. Kalau
aja gue gak egois dan mau milih mungkin sekarang Rizki masih ada buat gue”
sesalku sambil terisak.
“Nah lo sadar kan kalau lo emang
egois? Dari dulu gue bilang apa Nin? Gak akan ada cowok yang mau lo duain
apalagi sama sahabatnya sendiri. Tapi lo selalu bilang lo gak bisa ngelepas
salah satu dari mereka. Sekarang lo kehilangan keduanya kan” omel Ambar
“Iya, gue salah. Gue nyesel
banget” airmataku semakin menderas
“Udah, sekarang tenangin diri
dulu, lo istrirahat” kata Ambar mencoba menenangkanku.
Dua minggu sudah sejak Rizki
memutuskan untuk meninggalkanku dan mengakhiri semuanya. Aku sudah coba
menelponnya tapi tak dia angkat, semua SMS pun dia abaikan. Aku tak tahu harus
berbuat apalagi, aku tak ingin kehilangannya begitu saja.
Semua ini berawal dari keegoisan
dan keserakahanku akan cinta. Merasa terlalu indah dicintai dan bahagia yang
tak terhingga dicintai dua lelaki tampan dan akhirnya akupun lupa diri. Aku
bukan tipe perempuan peselingkuh atau pun pelirik lelaki lain ketika telah ada
cinta dihati. Tapi kali ini rasanya berbeda, entah setan apa yang merasuki
pikiran dan hatiku.
Ketika
Rizki, pria dengan paras sederhana, dewasa, pendiam dan taat akan Agama datang
menyatakan cinta aku tak menolaknya karena akupun merasakan rasa yang sama
dengannya. Padahal sebelumnya ada sosok pria yang tak lain sahabat karib Rizki,
yaitu Aris. Yang katanya naksir aku walaupun dia belum menyatakan cintanya tapi
kami sudah sering sekedar jalan dan ngobrol tentang diri masing-masing layaknya
orang PDKT pada umumnya. Sejujurnya dalam hatiku lebih merasa nyaman ketika
bersama Rizki, namun terkadang perhatian Aris selalu membuatku rindu jika
sehari saja tak ada kabar darinya.
Rizki
bukan tak tahu tentang perasaan Aris terhadapku, namun saat itu Aris masih
memiliki pacar dan aku pun tahu itu. Tapi entah perasaan apa yang merasuki
hatiku sampai-sampai aku mengabaikan status Aris yang memiliki pacar dan terus
menjalin komunikasi yang intens layaknya pacar sendiri. Padahal aku pernah patah hati karena ditinggal selingkuh
dan sejak saat itu aku benci setiap kali ada cewek yang menjadi perusak
hubungan orang lain. Dan sekarang aku malah ada dalam posisi itu.
Meski
Rizki tahu tentang perasaan Aris padaku dia tetap mengutarakan cintanya padaku
dan akupun menerimanya. Karena Aris sahabat dekatnya dan dia sangat menyayangi
sahabatnya itu, dia pun memintaku untuk merahasiakan tentang hubungan kami dari
Aris sampai dia siap untuk mengatakannya sendiri kepada sahabatnya itu. Dan
keinginan Rizki itu seolah menjadi angin segar untuk aku agar tetap bisa dekat
dengan Aris dan mendapatkan segala perhatian dan kasih sayangnya. Tentunya
karena mereka berdua bersahabat, Rizki tahu tentang semua kedekatan aku dengan
Aris. Aris selalu menceritakan semuanya kepada Rizki, mulai dari menunjukan
semua SMS, sampai cerita ketika kami jalan berdua. Ahh.. betapa bego dan
malunya aku.
“Jadi,
selama ini kamu tetap berhubungan dengan Aris?” tanya Rizki dengan nada sedikit
emosi
“Bukan
gitu, aku hanya gak tega aja buat tiba-tiba langsung menghilang” kataku coba
mencari alasan
“Gak
tega kamu bilang? Terus kenapa harus pake sayang-sayang segala? Jangan kamu
pikir aku gak tau apa-apa, aku tau semua SMS kamu kedia, semua SMS dia ke kamu.
Aris selalu kasih liat semuanya dia juga selalu cerita kalau kalian makan atau
jalan bareng. Dia itu sahabat aku, Nina. Kamu tau itu kan?” kata-kata Rizki
seperti mengintrogasi orang yang ketangkap maling dan aku juga tak bisa
mengelak lagi.
“Oke!
Aku ngaku salah. Karena dia sahabat kamu, sekarang ayo kita jujur sama dia
kalau kita udah jadian dan saling sayang” kataku emosi
“Kamu
ngomong apa sih? Kamu pikir semuanya berakhir dengan kita jujur?” kata Rizki
“Terus
kamu maunya aku gimana? Dari awal harusnya kita jujur tentang hubungan kita,
mungkin semua gak akan serumit ini” kataku mencoba membela diri.
“Kalau
kamu gak berbuat sejauh ini, mungkin aku juga udah bisa jujur sama Aris
sekarang. Kalau udah gini, aku gak tau harus gimana?” Rizki kembali emosi
“Sejauh
apa Ki? Anggap saja semua perhatian dan kedekatan aku dan dia hanya sebatas
teman. Toh Aris juga masih punya pacarkan kan? Aku sama dia gak ada kata jadian
atau selingkuh”kataku semakin emosi. Sebenarnya aku tak berhak untuk emosi
karena aku disini juga salah, hanya saja aku kecewa pada Rizki yang begitu
sulit mengakui hubungan kami didepan sahabatnya. Walau mungkin itu akan
membuatku kehilangan Aris.
“Aris
mau putus sama Reni demi kamu. Kamu tau itu?” kata Rizki.
Aku
benar-benar kaget mendengar ucapan Rizki barusan. Tak kusangka Aris akan
melangkah sejauh itu. Walau aku dan Aris dekat layaknya orang pacaran dan tak kupungkiri
akupun sayang padanya. Tapi, melihat dia harus menyakiti wanita lain karena
keberadaanku, aku tak mau itu. Selama ini kami berdua nyaman dengan situasi
saling menyayangi dan memberi perhatian tanpa harus terikat hubungan pacaran.
Masih jelas dalam ingatanku ketika Aris dilema tentang aku dan Reni.
“Aku
sayang kamu, Nin. Tapi aku terlanjur dengan Reni, aku gak sangsup harus
memilih. Aku sayang kalian berdua” kata Aris
“Kalau
gitu kamu gak harus memilih, jalani saja selama masih nyaman. Jangan pernah
sakiti dia hanya demi aku, yang belum tentu lebih baik darinya. Dan belum tentu
kamu lebih bahagia bersama aku dibanding ketika kamu bersama dia” jawabku.
Dan
kini mendengar Aris akan meninggalkan Reni demi aku? Tuhan, aku tak tahu harus
bagai mana? Sejujurnya aku tak pernah mau menyakiti wanita lain. Bagaimanapun
aku pernah merasakan sakitnya berada diposisi itu, ditinggalkan ketika orang
yang kita sayangi menemukan sosok lain.
“Nina,
siapa sebenarnya yang kamu cintai aku atau Aris?” tiba-tiba pertanyaan Rizki
membuyarkan lamunanku.
“Pertanyaan
bodoh apa itu” jawabku sekenanya. Bukan karena aku tak tahu siapa yang lebih
ada dihatiku hanya saja, aku masih kaget dan enggan menjawab pertanyaan yang
jelas-jelas menandakan keraguannya padaku.
“aku
butuh jawaban kamu, Nin”kata Rizki tegas
“Kamu
gak harus tanya itu, kamu tau pasti jawabannya pasti kamu. Aku cinta kamu,
Rizki sayang” jawabku sambil ku gegang tangannya erat.
“Tapi
kamu juga ada rasakan sama Aris?” tanya Rizki. Sebenarnya itu bukan seperti
pertanyaan tapi lebih kepada menodong, aku kesal.
“Jawab,
kenapa diam?” tanya Rizki lagi. Aku masih terdiam tak tahu mau jawab apa?
“Aku
tau, diamnya kamu itu berarti IYA, Nin” kata Rizki melepaskan tanganku.
“Tunggu
dulu Ki, dengar dulu penjelasanku” kataku menahan langkah Rizki
“Penjelasan
apa lagi? Penjelasan tentang seberapa besar sayang kamu buat Aris dan seberapa
besar sayang kamu buat aku? Kamu pikir aku sanggup mendengar semua itu? Hah?”
kata Rizki penuh emosi.
Aku
benar-benar tak bisa membela diri lagi. Karena walaupun hanya sedikit sayang itu
tetap ada buat Aris. Dan aku tak mau dan tak bisa untuk berbohong sama Rizki,
pria yang begitu aku cintai.
“Sekarang
kamu, pikirkan semuanya. Kamu harus bisa memilih aku atau Aris” Tegas Rizki.
Dua
bulan sudah sejak pembicaraanku dengan Rizki terjadi. Hubungan aku dengan Rizki
pun kembali mesra seperti sebelumnya, dan aku pun masih tetap sama dengan Aris.
Semuanya berjalan seperti tak pernah ada apa-apa dan akupun tetap belum bisa
memutuskan siapa yang aku pilih. Walau dalam hati sudah jelas Rizki
menempatinya secara utuh tapi aku tak bisa melepas Aris. Rasa sayang dan takut
kehilangan itu jelas nyata untuknya. Aku benar-benar tak paham dengan perasaanku.
Ini
bukan berarti dua bulan ini tak ada desakan atau omelan dari orang terdekatku.
Terutama sahabat dekatku Ambar, dia sangat kesal dan selalu marah-marah setiap
kali aku berhubungan dengan Aris.
“Sudahlah
Nin, berhenti berhubungan sama anak manja kayak si Aris itu. Udah jelas-jelas
dia gak bisa milih antara lo atau si Reninya itu. Lo juga udah punya si Rizki
berhati malaikat kurang apa coba?” omel Ambar
“Aris
emang manja tapi perhatian banget tau. Kadang Rizki gak bisa seperhatian itu”
keluhku
“Jangan
banding-bandingin orang ahh” Ambar mengingatkanku.
Ambar
benar walau kadang Rizki tak seperhatian Aris tapi dia punya hati seperti
malaikat. Itu terbukti dari sikapnya yang tetap mesra dan sayangnya tak pernah
berkurang, walau dia tau aku masih tetap dekat dengan sahabatnya itu. Tapi
sepertinya lelaki berhati malaikat itu mulai lelah dengan keadaan cinta kami.
Siang itu Rizki minta bertemu untuk bicara serius denganku.
“Kemarin
Aris putus dengan Reni, Nin” kata Rizki memberitahukaku. Aku kaget mendengar
itu. Karena semalam Aris gak bilang apa-apa soal itu.
“Kamu
serius? Ko Aris gak cerita sama aku?” kataku masih menyikapinya dengan santai.
“Aku
serius, gak mungkin aku bercanda disaat hubungan kita jadi taruhannya” kata
Rizki
“Kamu
ngomong apa seh? Ko jadi hubungan kita yang dipertaruhkan” aku masih tak
mengerti arah pembicaraan Rizki
“Kamu
pikir, kenapa Aris gak cerita soal dia putus? Itu karena dia mau kasih kamu
kejutan dan nembak kamu dihari itu juga” kata Aris tertunduk
“Gak
mungkin, kamu pasti salah paham” kataku masih mencoba untuk tenang
“Apanya
yang salam paham? Aris sendiri yang ngomong kemarin, dan kamu tau parahnya dia
gak terlihat sedih sama sekali putus dari Reni. Padahal hubungan mereka sudah
lama. Dia terlihat bahagia karena dengan lepas dari Reni, dia bisa sama kamu.
Selama dua tahun ini alasan dia gak bisa nembak kamu karena ada Reni” Rizki
terlihat sedih dan lesu. Aku bisa memahami posisinya, Rizki pasti sangat
terpojok. Di satu sisi ada aku perempuan yang sangat dia cintai dan disisi lain
ada sahabatnya yang sudah seperti saudara baginya.
Ku
genggam tangannya untuk menenagkan Rizki “Aku paham yang kamu rasakan sayang,
nanti aku coba bicara dan jelaskan semuanya sama Aris”
“Apa
yang mau kamu jelasin? Mau bilang soal hubungan kita? Kamu tau pasti, itu bakal
bikin dia terpuruk Nin” tiba-tiba Rizki jadi begitu emosi
“Terus
kita harus gimana? Bilang terus terang soal hubungan kita kamu gak mau, aku
akui aku memang salah tapi kamu juga jangan terus-terus nyalahin aku tanpa ada
solusi” akupun ikut emosi.
“Dari
kemarin-kemarin aku sudah bilang pilih aku atau Aris? Tapi kamu tetap saja
melanjutkan hubungan sama Aris seolah-olah semua akan baik-baik saja” kata
Rizki masih dengan emosinya
“Kenapa
harus memilih seh?” tiba-tiba saja pertanyaan itu keluar dari bibirku. Entah kebodohan
apa yang merasuki otakku saat itu.
“Kenapa
kamu bilang? Oh jadi kamu gak mau milih dan tetap mau kita terjerat hubungan
yang seperti ini? Nina, harus berapa kali aku tegaskan Aris itu sahabat aku,
kamu paham itu?” emosi Rizki semakin menjadi.
“Bukan
gitu maksud aku......” kataku mencoba untuk menjelaskan belum juga aku
menyelesaikan kalimatku Rizki memotong
“Bukan
gitu gimana? Sudah jelas kamu gak mau kehilangan satu diantara kami, kamu egois
Nin.” Emosi Rizki membuatku takut, dia seakan tak memberiku kesempatan untuk
menjernihkan suasana
“Kamu
dengar aku dulu, jangan asal potong dong” kataku kesal
“Iya,
aku emang egois. Jujur aku memang gak mau kehilangan kamu ataupun Aris, tapi
kamu juga tau kalau aku cinta sama kamu dari dulu dan sampai sekarang. Masalah
Aris ayo kita selesaikan bersama, kita jujur sama Aris tentang hubungan ini.
Dari dulu juga itu kan yang aku minta tapi kamu selalu gak punya keberanian
mengakuinya” lanjutku penuh emosi
Emosi
Rizki terlihat sedikit mereda “Semua terlambat untuk dijelaskan Nin. Aku gak
tega melihat Aris harus terpuruk tanpa kamu. Mungkin aku memang yang harus
mundur”
“Maksud
kamu mundur apa?” tanyaku
“Kita
sudahi hubungan kita sampai disini. Kita putus Nin” Rizki tertunduk putus asa
dengan semua yang terjadi
“Nggak,
aku gak mau! Aku salah, aku minta maaf Ki. Aku janji aku gak akan lagi
berhubungan dengan Aris. Kamu gak boleh nyerah begini sama hubungan kita”
kataku menolak. Tanpa aku sadari air mataku jatuh.
“Ini
semua bukan hanya salah kamu Nin, aku juga salah. Harusnya dari awal aku jujur
pada Aris tentang hubungan kita” Rizki terlihat berusaha keras menahan rasa
sedih dan air matanya
“Aku
sayang kamu Ki, aku gak mau kita berakhir. Aku salah maafkan aku” kataku
terisak
Rizki
menghapus airmataku “Nina, aku juga sayang kamu. Tapi sulit rasanya untuk kita
meneruskan hubungan sementara Aris berkorban cintanya untuk mendapatkan cinta
kamu. Aku gak mau egois Nin” kata Rizki menjelaskan perasaannya
“Kamu
egois, yang kamu pikirin Aris Aris terus. Aku gak peduli, aku gak mau melepas
kamu demi Aris. Aku mohon” hatiku sakit.
“Ini
yang terbaik buat kita bertiga. Walau sulit aku akan mencoba ikhlas, tapi buat
kamu ini gak akan terlalu sulit sayang. Kamu sendiri yang bilang kamu sayang
sama Aris jadi kalian bisa bersama” Rizki terlihat begitu tenang, emosinya yang
beberapa menit lalu tek terlihat sedikitpun seolah-olah dia sudah menyiapkan
hati untuk ini.
“Aku
mau kamu, bukan Aris” aku tak sanggup lagi menahannya, akhirnya aku menangis
dalam pelukan Rizki.
“Kamu
tau ini juga berat untuk aku, Nin. Tapi aku harus melakukan ini, aku percaya
Aris mampu membahagiakan kamu lebih dari aku. Aku akan tetap ada buat kamu dan
Aris sebagai teman kalian. Aku bahagia jika kalian bisa bahagia bersama” kata
Rizki, tapi apa yang keluar dari bibirnya tak seperti apa yang aku rasakan.
Saat dia mengatakan itu pelukannya semakin erat seakan dia tak rela melepasku
untuk sahabatnya.
“Aku
mau kamu! Aku cinta kamu Rizki” kataku mencoba menegaskan dalam tangisku.
“Maafkan
aku sayang, tapi ini sudah keputusanku. Dan aku harap kamu memahaminya. Aku
cinta kamu sampai kapanpun” itu kata-kata terakhir Rizki. Dia mengecup keningku
dan pergi meninggalkanku sendiri dalam tangisku.
Tiga
hari setelah berakhirnya hubunganku dengan Rizki, Aris datang menyatakan
cintanya. Anehnya, kali ini semangatku akan cintanya Aris pudar walau sayang
itu masih ada. Tapi aku enggan untuk menanggapinya lagi. Dan aku katakan
kekecewaan ku karena dia meninggalkan Reni demi aku.
“Kamu
salah dengan meninggalkan Reni, Ris. Aku tak lebih baik darinya, kembalilah
sama dia. Dan kita akhiri saja semuanya sampai disini” itulah kalimat
terakhirku untu Aris.
Sejak
penolakanku akan cintanya, Aris masih terus berusaha untuk menghubungiku. Dan
aku pun berusaha untuk menghubungi Rizki. Aku ingin memperbaiki semuanya. Aku
masih mencintainya dan ternyata aku tak bisa kehilangan dia. Tapi semua
sia-sia, Rizki tak mengangkat dan membalas satupun SMS dan telpon dariku. Kini
aku sadar, aku telah begitu serakah menginginkan dua cinta dari dua laki-laki.
Dan pada akhirnya tak satupun dapat kumiliki dari keduanya.
0 komentar:
Posting Komentar