28 Maret 2015
Hari ini aku beranikan diri untuk
menyapanya dalam dunia mayaku. Sebenarnya ini sudah sejak lama ingin kulakukan,
menyapanya dan mengucapkan salam perpisahan dengan baik-baik. Karena sampai
detik inipun aku tak bisa dan tak punya alasan untuk membencinya, sekalipun
luka yang dia torehkan nyata kurasakan. Tapi itu bukan semata-mata salahnya,
luka itu ada karena kebodohanku. Aku senang karena dia tak sedikitpun
melupakanku, walau telah ada hati lain yang membuatnya lebih nyaman dan
bahagia. Terlepas dari rasa kecewaku, aku selalu berdoa untuk kebahagiaannya,
untuk senyum diwajahnya. Ahh.. ada apa denganku Tuhan? Dulu aku selalu berkata
“Yang namanya mendoakan mantan atau orang yang pernah kita cintai untuk bahagia
itu tak akan pernah mungkin”. Dulu aku selalu benci kalau ada yang bilang “Asal
kamu bahagia aku pun bahagia, walau bahagiamu bukan bersamaku” tapi sekarang
semua itu aku merasakannya sendiri. Yang dari dulu aku tak pernah percaya
dengan cinta yang tak harus saling memiliki, tapi kini aku merasakannya Tuhan.
Aku bahagia pernah mencintainya.. Aku bahagia pernah menjadi salah satu alasan
dia tersenyum. Aku bahagia pernah membuat harinya sedikit berwarna, walau
sesaat.
Aku mungkin memiliki keberanian
menyapanya, tapi aku tetap tak punya nyali untuk ucapkan kata perpisahan.
Semakin berat saat dia berkata “Jangan pernah menghilang lagi. Jangan pernah
tak ada kabar lagi. Ganti no HP, ganti pin BB, kasih tau. Mau kita tetap
sedekat dulu, bercerita seperti dulu”. Bagaimana bisa Tuhan.. bagaimana bisa
kami tetap dekat seperti dulu? Sementara hatinya telah terisi oleh cinta yang
lain. Aku tak sanggup... Tapi akupun tak ingin kehilangan sosoknya dalam
hidupku. Awalnya aku kira aku mampu menjauh darinya, tidak usah saling menyapa,
cukup hanya saling mendoakan, saling menjaga dengan doa dan melihat kebahagian
masing-masing dari jauh. Tapi aku tak bisa... aku tak sanggup harus menjauh
kedua kalinya dari dia.
Yang tak pernah bisa membencimu
15 Mei 1997
0 komentar:
Posting Komentar